Hak Normatif
Hak normatif, atau hak dasar pekerja/ buruh/ pegawai atau pihak penerima kerja dalam hubungan kerja mencakup antara lain hak akan kontrak kerja yang sah, hak ekonomis (seperti upah, THR) serta jaminan keselamatan dan kesehatan kerja (K3); hak sosial (seperti libur, cuti, dsb) dan hak politis (seperti membentuk atau menjadi bagian dari serikat pekerja, melakukan pemogokan).
Daftar isi
- Kontrak dan perjanjian tertulis
- Tunjangan Hari Raya (THR)
- Hak pekerja perempuan
- Penahanan ijazah & dokumen pribadi
- Hak berserikat & berkumpul
Kontrak dan perjanjian tertulis
Kontrak kerja yang tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak (pemberi dan penerima kerja) sangat penting dilakukan sebelum memulai hubungan kerja. Kontrak kerja memuat sedikitnya hak-hak dasar antara lain:
- ruang lingkup pekerjaan: Pekerjaanmu mencakup apa saja? Jobdesc sehari-hari ngapain aja? Apalagi untuk kerja freelance, baiknya sertakan output/deliverable atau hasil kerja, penggunaan hasil kerja (misal, untuk fotografi, apakah fotomu hanya boleh digunakan untuk brosur, atau boleh digunakan juga untuk website dan semua aset perusahaan?), serta ketentuan waktu dan maksimal revisi
- jangka waktu perjanjian kerja
- upah: dalam menghitung upah, sebaiknya jangan hanya memperhitungkan Upah Minimum yang berlaku. Hitung juga hal-hal seperti biaya jaminan kesehatan dan kecelakaan, tanggungan keluarga, alat kerja yang harus kamu gunakan untuk bekerja, dsb. Misalnya, jika kamu bekerja desain atau fotografi, bagaimana dengan biaya pembelian dan perawatan peralatan seperti kamera, komputer, dsb.?
- hak dan kewajiban masing-masing pihak
- alat kerja, terutama jika ini tidak disediakan oleh pemberi kerja. Ini berarti kamu sebagai pekerja menanggung biaya pengadaan dan perawatan alat kerjamu, misalnya: komputer, internet, lisrik, yang sebetulnya termasuk biaya operasional perusahaan.
- jaminan keselamatan & kesehatan kerja, alias K3, tidak terbatas hanya untuk pekerja manual saja. Pekerja kantoran pun rentan berbagai resiko kesehatan fisik maupun mental. Sebagai catatan, perusahaan pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dalam BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan (lihat ulasannya di hukumonline).
- keadaan darurat atau force majeure
- penyelesaian perselisihan.
Bingung nih bikin kontrak, lisan/chat WA saja gimana?
Kontrak berbentuk lisan, atau chat WA, mempunyai kelemahan fatal: jika ada pelanggaran, atau tidak dipenuhinya hak ataupun kewajiban masing-masing pihak, tidak ada rujukan bersama yang kuat. Misal, klien bisa saja tidak membayarmu–mau menuntut, buktimu minim. Sebisa mungkin, minta supaya ada kontrak tertulis, dengan teman pun.
SINDIKASI & LBH Pers pernah membuat buku pedoman kontrak kerja freelancer, yang bisa kamu dapatkan jika kamu menjadi anggota SINDIKASI. Hukumonline.com memuat banyak artikel mengenai buruh & ketenagakerjaan – kamu juga bisa chat online di websitenya.
Ada kontrak, tapi kamu tidak diberi salinan?
Pastikan kamu mendapatkan salinan kontrakmu. Seringkali perusahaan menolak memberikan salinan – jangan mau, karena secara hukum, salinan kontrak adalah hakmu, dan memiliki salinan sangat krusial jika terjadi pelanggaran kerja atau perselisihan. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 5 ayat 3 UU Ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003:
Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.
Karena itu, dalam keadaan apapun, perusahaan harus memberi salinan kontrak kerja (lihat hukumonline.com):
Apabila memang ada hal-hal yang menjadi rahasia perusahaan tapi dicantumkan dalam perjanjian kerja tersebut, hal tersebut mengikat Anda dan perusahaan. Dalam hal Anda membocorkannya, barulah terhadap bocornya rahasia perusahaan ini dapat dikenakan sanksi atau bahkan diperkarakan. Namun, terhadap adanya perjanjian kerja tersebut, haruslah dibuat minimal rangkap dua dan masing-masing pihak mendapat satu rangkap salinannya.
Tunjangan Hari Raya (THR)
Sumber: hukumonline, 26 Mei 2020.
Pekerja yang telah bekerja secara terus menerus selama 12 bulan, berhak atas THR sebesar satu bulan upah. Sementara pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, berhak mendapat THR dengan besaran proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja x 1 (satu) bulan upah / 12.
Hak pekerja perempuan
Cuti haid & melahirkan
Uang transport jika pulang di atas 22.00
Perlindungan dari pelecehan seksual
Penahanan ijazah & dokumen pribadi
Berbagai perusahaan sekarang makin sering menahan ijazah pekerja pekerja sebagai syarat diterima bekerja di perusahaannya.
Dalih perusahaan atas kebijakan ini adalah sebagai jaminan agar pekerja tidak berhenti sebelum jangka waktu kerja selesai. Perusahaan yang menahan ijazah acapkali menyertakan beberapa syarat jika kita mengundurkan diri sebelum habis kontrak dan meminta ijazah kita kembali, seperti membayar denda yang tidak sedikit. Padahal bisa jadi kita memang mendapati lingkungan kerja yang tidak sehat, jam kerja panjang dan meleahkan, upah yang tidak sebanding, dan sebagainya.
UU Ketenagakerjaan dan peraturan nasional sayangnya tidak mengatur mengenai penahanan ijazah ini, dan seringkali dilazimi dengan argumen bahwa penahanan toh dilakukan secara konsensual, atas “persetujuan antara kedua belah pihak”. (Lihat pembahasan hukumnya di sini.)
Padahal kita tahu sendiri penerima kerja seringkali tidak memiliki daya tawar yang sama dengan pemberi kerja. Belum lagi, praktek penahanan ijazah seringkali tidak disertai ketentuan dan syarat penahanan ijazah. Banyak kasus pekerja kesulitan meminta pertanggungjawaban perusahaan ketika perusahaan menolak mengembalikan ijazah, atau ijazah rusak, hilang, dan sebagainya.
Jawa Timur: Pengusaha dilarang menahan ijazah
Perda Jawa Timur no. 8 tahun 2016 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan menyatakan larangan bagi pengusaha menyimpan atau menahan dokumen asli yang sifatnya melekat pada pekerja sebagai jaminan (pasal 42). Dijelaskan bahwa “Dokumen asli yang dimaksud adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), akte kelahiran, kartu keluarga, paspor, ijazah dan sertifikat”. Perda tersebut juga mengatur sanksi bagi pengusaha atau pemberi kerja yang melakukan penahanan ijazah, yakni:
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Bagaimanapun, jika kamu tidak dapat mencegah ijazahmu ditahan, pastikan ada perjanjian kerja atau kesepakatan tertulis antara perusahaan denganmu, yang membahas kapan ijazah perlu dikembalikan, dan apa tanggungjawab perpusahaan jika ijazahmu hilang atau rusak. Baiknya juga kamu pindai (scan) atau foto ijazahmu agar kamu ada salinan digitalnya.
Hak berserikat & berkumpul
Kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan dilindungi oleh UUD 1945, dan UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sementara ketentuan mengenai Serikat Pekerja (SP) secara umum juga dicantumkan dalam pasal 104 UU Ketenagakerjaan, dan secara khusus dalam UU no. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Selengkapnya, simak di hukumonline.