Link

Group chat & video/audio meeting

Bekerja jarak jauh (remote work)—tanpa pernah bertatap muka dengan kolega ataupun pemberi kerja—adalah fenomena yang banyak terjadi di industri kreatif, media, dan digital. Pandemi COVID-19 tak ayal memaksa banyak individu dan organisasi untuk bekerja dari jarak jauh. Menimbulkan banyak pertanyaan: Alat komunikasi mana yang paling baik, aman, dan terjangkau? Mana yang cocok untuk mengadakan rapat isu sensitif, mana yang untuk sesi santai dengan teman? Mana yang cocok untuk melakukan presentasi, kuliah, atau lokakarya? Bagaimana kita memastikan mereka dengan keterbatasan akses internet tetap dapat terlibat?

Last updated: 31 Mei 2020

Daftar isi

  1. Bagan panduan
  2. Inklusif
    1. Pertimbangkan akses internet
    2. Kirimkan agenda & materi sebelumnya
    3. Jam (re)produktif & kesehatan mental
  3. Alur kerja & komunikasi asynchronous
  4. Keamanan, privasi, dan open source

Bagan panduan

Unduh dalam bentuk PDF

Inklusif

Sebelum memutuskan untuk menggelar rapat, kelas, atau pelatihan, tanyakan pada diri sendiri dan peserta, perlukah pembahasan ini dilakukan melalui video/audio call? Pertimbangkan, siapa yang bisa ikut dan tidak bisa ikut jika kita menggunakan video call? Bagaimana dengan mereka yang internetnya terbatas? Tanyakan sebelum mengajak meeting, cara mana yang bisa melibatkan semua? Bisakah pembahasan dilakukan menggunakan cara lain seperti text chat, email, atau forum lainnya?

Pertimbangkan akses internet

Ingat bahwa akses internet sangat tidak merata dan tidak terjangkau untuk banyak orang. Pertimbangkan cara-cara komunikasi yang menghemat bandwith jika peserta memiliki akses internet terbatas. Apalagi di saat krisis dan banyak orang mengalami kesulitan ekonomi, harus berhemat membeli pulsa atau paket data. Evaluasi juga, seberapa efektif sih meeting melalui video call? Karena tak jarang selesai kita rapat online yang bisa menguras 1GB++, sebetulnya kita berpikir, “Kalau cuma gini doang, kenapa ngga chat/email/update di kalender aja?”

Kirimkan agenda & materi sebelumnya

Kirimkan agenda dan materi berupa teks bacaan, atau rekaman video/audio/layar, untuk peserta pelajari dulu. Kalau perlu sebelum mulai meeting, beri peserta waktu 5-15 menit dulu untuk membaca agenda dan materi yang telah dikirimkan. Apalagi jika kamu mau mengajarkan sesuatu. Dengan mengirimkan agenda dan materi sebelumnya, peserta tidak perlu standby sepanjang meeting, juga bisa replay video/audio atau membaca ulang materi. Ini mengurangi kemungkinan koneksi putus-putus dan kesulitan menyimak, belum lagi habis data dan uang untuk membayar pulsa. Momen pertemuan online bisa lebih efektif digunakan untuk membahas hal-hal yang belum dimengerti dan perlu didiskusikan.

Jam (re)produktif & kesehatan mental

Untuk banyak orang yang bekerja dari rumah, ada beban-beban kerja dan kewajiban sosial seperti mengasuh anak/orang tua, memasak, mencuci, dan berbagai pekerjaan rumah tangga, yang terkadang membuat orang perlu bekerja di waktu yang tidak konvensional seperti malam hari untuk mengurangi distraksi. Pekalah pada konteks dan hal-hal yang tak terlihat seperti ini.

Penggunaan video call dan chatting berlebihan juga menguras tidak hanya bandwith tapi juga energi dan kesehatan mental. Apalagi di tengah pandemi, banyak yang merasakan video call fatigue, kelelahan karena banyak video meeting.

Alur kerja & komunikasi asynchronous

Pertimbangkan untuk menerapkan alur kerja dan komunikasi asynchronous dengan menggunakan aplikasi project management. Ada banyak yang open source seperti Gitlab, Taiga, atau berbayar seperti Asana, Basecamp, Trello. Jadi tim tidak kewalahan harus standby memperhatikan aplikasi terus setiap saat. Mereka bisa fokus bekerja dan bukannya terdistraksi menjawab email atau pesan. Bisa fokus bekerja mendealam tanpa terdistraksi chat app atau email ini sangat penting untuk kerja-kerja seperti menulis, coding, menggambar, mendesain, dan sebagainya. Apalagi jika kamu bekerja dengan tim dari zona waktu yang berbeda.

Baca lebih jauh mengenai alur kerja dan komunikasi asynchronous di Gitlab atau Doist.

Keamanan, privasi, dan open source

Secara umum, kami tidak terlalu merekomendasikan alat-alat yang tidak menggunakan teknologi open source, atau proprietary seperti Microsoft, Google, Facebook, WhatsApp, Zoom, dsb. Selain riwayat panjang mereka dalam menyalahgunakan informasi pribadi pengguna, source code mereka tidak dapat dilihat atau diaudit oleh publik.

Namun kami juga sadar bahwa tidak semua orang dapat menggunakan open source, dan akses terhadap berbagai modal seperti server, akses internet, informasi, dsb, penggunaan alat seadanya sulit dihindari. Begitu pula, makin banyak perusahaan komersial mulai menjual perangkat open source.

Lebih lanjut mengenai keamanan dan privasi aplikasi-aplikasi ini dapat disimak di bacaan-bacaan di bawah ini:

  • FLM Security Team, “How to Pick a Videoconferencing Platform”, First Look Media, 21 April 2020. Salah satu bahan utama artikel ini. FLM awalnya banyak merekomendasikan Keybase sebagai salah satu alternatif alat komunikasi tim. Namun setelah artikel ini terbit, Zoom mengakuisisi Keybase pada tanggal 8 Mei 2020. Karenanya banyak yang kemudian mempertanyakan keberlanjutan privasi dan keaman Keybase.
  • “Guide to Secure Group Chat and Conferencing Tools,” Front Line Defenders, 27 Mei 2020. Juga salah satu bahan utama artikel ini. Materi FLD terutama cocok untuk jurnalis, aktivis, dan orang-orang rentan resiko atau banyak menangani data sensitif.
  • Video Call Apps Guide by Mozilla Foundation mengulas privasi dan keamanan berbagai aplikasi video populer seperti Zoom, Google Duo/Meet/Hangout, Facetime, Skype, WhatsApp, Houseparty, Gotomeeting, Microsoft Teams, dsb.
  • Ada juga banyak panduan kerja jarak jauh dari Gitlab, salah satu perusahaan dengan 1.200 orang pekerja yang semuanya bekerja remote dari 65 negara di seluruh dunia dengan zona waktu yang berbeda-beda.
  • “Así que necesitas hacer una videollamada,” Derechos Digitales, panduan memilih aplikasi video call dalam bahasa Spanyol.